Syarat Jual Beli Harta Ribawy dan Aroya

Syarat Jual Beli Harta Ribawy dan Aroya

Syarat Jual Beli Harta Ribawy
Jual beli barang yang ribawy atau yang mengandung hukum riba tidak seperti jual beli barang-barang lainnya, sehingga agama Islam memandang perlunya mensyaratkan syarat-syarat tertentu supaya jual beli tersebut tidak termasuk jual beli riba, dan tentunya syarat-syarat ini merupakan syarat tambahan di atas syarat transaksi jual beli biasa, seperti disyaratkannya barang yang dijual belikan termasuk barang yang suci, bermanfaat, dapat diserahkan dan lain-lain, adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Syarat jika harta ribawy yang akan dijual belikan berbeda jenisnya
Jika barang ribawy yang akan dijual belikan berbeda jenisnya seperti menjual jagung dengan beras atau emas dengan perak maka disyaratkan dua syarat sebagai berikut:

a. Hulul : yaitu barang dan harganya harus dibayarkan dan diserahkan dengan kontan, dan tidak boleh dihutang atau diakhirkan penyeru-hannya walaupun sebentar dan jika itu terjadi berarti transaksi itu dihukumi riba.

b. Taqabudh : yaitu barang dan harganya harus diserah terimakan di tempat terjadinya transaksi tersebut, maka termasuk riba jika jual beli tanpa ada penyerahan di tempat terjadinya transaksi tersebut atau salah satunya tidak diserah terimakan di tempat terjadinya transaksi itu.

2. Syarat jika harta ribawy yang akan dijual belikan sama jenisnya
Sedangkan Jika barang ribawy yang akan dijual belikan sama jenis misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, atau beras dengan beras maka disyaratkan 3 syarat berikut ini:
a. Hulûl.
b. Taqôbudl.
c. Tamâstul : yaitu sama ukuran dan timbangan antara barang dan harganya dengan ukuran dan timbangan yang ditetapkan oleh syariat agama Islam, artinya barang yang ukurannya dengan menggunakan liter seperti beras, susu, dan lain maka kesamaan ukurannya harus dengan liter juga, dan yang ukurannya menggunakan kilo seperti jagung, kurma, anggur, dan lain-lain maka kesamaan antara keduanya harus dengan menggunakan timbangan kilo, atau ukurannya biasanya diukur dengan timbangan gram seperti emas, perak, dan lain-lain maka kesamaan ukuran antara keduanya harus dengan timbangan gram . Dan kalau berbeda ukuran maupun jumlah atau timbangan antara barang ribawy dan harganya yang akan dijual belikan maka berarti transaksi tersebut dihukumi riba. Perlu diketahui bahwa kesamaan ukuran dan timbangan antara barang dan harga dari barang-barang ribawy itu ditentukan dengan keadaan barang tersebut setelah sampai kepada keadaan sempurnanya, misalnya ukuran kurma dianggap ukuran sesungguhnya setelah menjadi keadaannya sempurna yaitu setelah menjadi kurma yang berwarna coklat dan bukan ketika masih menjadi rutob yang berwarna kuning atau merah, begitu pula anggur tidak dianggap ukuran sebenarnya kecuali setelah menjadi buah kismis bukan semasih menjadi anggur dan begitu pula yang lainnya, maka tidak sah menjual kurma yang masih rutob dengan kurma rutob lainnya atau menjual anggur dengan anggur lainnya kecuali setelah kurma tersebut sudah masak dengan sempurna yaitu ketika sudah menjadi kurma atau ketika anggur itu telah menjadi buah kismis, akan tetapi dikecualikan dari koidah ini (ukuran dari satu buah dianggap ukuran sesungguhnya setelah keadaannya menjadi sempurna kalau tidak maka tidak sah jual belinya) satu masalah yang mana dalam ilmu fiqih dikenal dengan jual beli araaya yaitu sebagai berikut keterangannya :

Jual Beli Araaya
Yang dimaksudkan dengan jual beli araaya adalah membeli rutob di atas pohonnya (kurma yang mengkal atau belum terlalu masak biasanya masih berwarna kuning semua atau bercampur warna cokelat pada buahnya) dengan harga berupa buah kurma yang sudah matang yang dibawa ke bawah pohon kurma yang masih rutob tersebut, atau membeli anggur yang masih ada di pohonnya dengan buah kismis yang dibawa ke bawah pohon anggur tersebut, maka masalah ini dikecualikan dari koidah tidak boleh menjual buah dengan sejenisnya kecuali setelah keduanya sudah benar-benar matang karena dengan begitu dapat diketahui kesamaan timbangan yang sebenarnya dari keduanya sebagai syarat dari sahnya jual beli barang ribawy dengan sejenisnya, akan tetapi jual beli araaya ini dihukumi sah karena banyak orang ingin atau lebih berselera untuk memakan buah kurma yang masih dalam keadaan rutob atau memakan buah anggur sebelum menjadi buah kismis oleh karena itu diperbolehkan dalam syariat Islam jual beli macam ini, akan tetapi tidak diperbolehkan jual beli araaya ini kecuali jika memenuhi syarat-syarat berikut ini :
  1. Barang yang dijual berupa anggur atau rutob (kurma yang belum matang), maka hukum ini tidak dapat dikiaskan kepada buah-buahan lainnya sehingga tidak sah jual beli buah-buahan dengan sejenisnya kecuali kalau sudah benar-benar matang karena dengan begitu dapat diketahui ukuran yang sebenarnya dari buah tersebut.
  2. Buah kurma dan buah kismisnya yang akan dijadikan sebagai harganya harus jelas timbangannya, dengan timbangan kilo sedangkan anggur dan rutobnya yang ada di pohonnya diperkirakan timbangannya dengan memperkirakan berapa kira-kira beratnya setelah benar-benar matang nantinya dengan perkiraan dari petani yang sudah ahli dalam memperkirakannya.
  3. Buah kurma dan buah kismis yang akan dijadikan harganya harus benar-benar sudah matang dan kering, sedangkan buah kurma dan anggur yang masih di pohonnya memang benar-benar belum matang atau masih dalam keadaan rutob dan anggur.
  4. Rutob dan anggur yang akan dibeli masih berada di pohonnya ketika terjadi transaksi jual beli tersebut, lain halnya kalau rutob itu sudah diturunkan dari pohonnya maka tidak sah membelinya dengan sejenisnya kecuali menurut pendapat ulama yang membolehkannya, dan kalau harus membelinya maka dengan menggunakan harga berupa uang bukan kurma atau anggur sejenisnya.
  5. Rutob dan anggur yang akan dibelinya tidak lebih timbangannya dari 5 wasak (kira-kira 75 kilo dengan ukuran depag RI), maka tidak boleh dari ukuran tersebut dan jika hendak membeli lebih dari ukuran tersebut maka jangan menggunakan harga berupa kurma atau anggur sejenisnya akan tetapi menggunakan uang tunai.
  6. Harus ada taqôbudl ketika terjadi transaksi tersebut sebelum keduanya berpisah dari tempat terjadinya transaksi, karena transaksi jual beli semacam ini termasuk jual beli harta ribawy maka disyaratkan harus ada taqôbudl dan harus kontan di dalam cara pembayarannnya. Dan akan terlaksana suatu taqôbudl tersebut(serah terima), dengan cara si pembeli membiarkan si penjual membawa atau memindah kurma atau buah kismisnya sebagai harga dari rutob atau anggurnya yang akan dibelinya, karena keduanya termasuk kategori harta yang bisa dipindah pindah maka harus dipindah dari tempatnya ketika terjadi transaksi untuk mendapatkan taqobudl dalam barang tersebut, dan si penjual membiarkan si pembeli untuk memetik atau menikmati dan mengosongkan tempat itu untuk si pembeli menikmati buah rutob atau anggur yang ada di atas pohonnya itu.
  7. Buah anggur atau rutob yang akan dibeli sudah dapat dikonsumsi walaupun sebagiannya, maka tidak sah kalau rutob atau anggurnya masih mentah dan tidak dapat dimakan atau dikonsumsi.
  8. Buah rutob dan anggur yang ada di pohonnya tersebut tidak berkaitan dengan zakat, maka tidak sah jual belinya jika masih ada kaitan dengan zakat atau belum dikeluarkan zakatnya karena ada hak dari para mustahiq zakat tersebut, sehingga tidak sah menjual barang orang lain (dalam hal ini milik para mustahiq).
  9. Buah kurma dan buah kismis murni tidak bercampur dengan lainnya . Dengan cara apakah terlaksananya suatu taqôbudl (serah terima) dalam barang atau harganya? Seseorang yang telah melakukan jual beli tidak dianggap telah menerima barang yang telah di belinya sehingga dia boleh menggunakannya untuk apa saja yang dia suka kecuali kalau benar-benar terlaksana taqôbudl yaitu serah terima dari barang yang telah dibelinya, sedangkan cara taqôbudl atau serah terima dari suatu barang berbeda antara satu barang dengan barang lainnya tergantung kepada barang yang dijual belikan, yaitu sebagai berikut : – Kalau berupa barang yang dapat diserah terimakan dengan tangan maka akan terlaksana taqôbudl dalam barang tersebut dengan cara si penjual menyerahkannya ke tangan si pembeli, seperti handphone, makanan, dan lain-lain . – Kalau berupa suatu harta yang tidak dapat dipindah seperti tanah, Kebun, atau rumah dan lain-lain ,maka akan terlaksana taqôbudl dalam harta semacam itu dengan cara si penjual mengosongkan rumahnya, kebun atau tanahnya tersebut dan menyerahkan kuncinya kepada si pembeli serta mengosongkannya dari barang si penjual . – Kalau berupa sesuatu yang dapat dipindah pindah, seperti mobil, motor dan lain-lain, maka akan terlaksana taqôbudl dalam harta semacam itu dengan cara menyerahkan barang dan kuncinya jika ada kepada si pembeli dan si pembeli telah memindah-kannya dari suatu tempat ke tempat yang lain, maka jika terlaksana taqôbudl seperti disebutkan di atas maka berarti barang tersebut sudah menjadi milik si pembeli, sehingga terserah setelah itu mau diapakan oleh si pembeli barang yang telah dibelinya tersebut.
Habib Segaf Baharun