Larangan membunuh hewan saat Hamil, Ternyata Hanya Mitos
Nyantri Virtual
Pada Kesempatan kali ini kami akan membahas tentang mitos larangan
membunuh hewan pada saat istri sedang hamil. dan saat ini juga sudah ada
seorang penanya yang ingin menanyakan beberapa pertanyaan yaitu:
“Bagaimana hukum memelihara burung?”, lalu yang kedua “Saat ini saya
memelihara burung kicauan dan setiap hari saya memberinya makan jangkrik
dengan cara saya potong dulu kepalanya dengan maksud agar si
jangkriknya cepat mati setelah itu saya preteli kakinya dengan maksud
agar tidak membahayakan tenggorokan si burung tanpa ada niat menyiksa si
jangkrik, Apa hukumnya pemberian pakan dengan cara seperti itu?”, dan
pertanyaan yang terakhir yaitu “Saat ini alhamdulillah istri saya sedang
hamil. Di daerah saya ada mitos kalau istri lagi hamil tidak boleh
menyiksa atau membunuh hewan karena nanti anaknya kalau lahir bisa
cacat. Naudzu billahi min dzalik. Dalam syariat Islam bagaimana tentang
perihal tersebut..? Mohon sarannya dan sebelumnya saya haturkan trima
kasih.”
Berikut ini penjelasannya, Setidaknya ada tiga pertanyaan yang
diajukan kepada kami. Ada tiga pertanyaan yang diajukan kepada kami. Dan
hemat kami pertanyan yang kedua dan pertama sudah sangat jelas
jawabannya.
Mengenai jangkrik yang akan diberikan sebagai makanan burung, dalam
pandangan kami sepanjang tidak menyiksanya maka tidak ada persoalan.
Sedang tentang memelihara burung adalah diperbolehkan sepanjang
pemiliknya memperlakukan burung piarannya dengan baik dan penuh kasih
sayang.
Al-Qaffal salah seorang pengikut madzhab syafii pernah ditanya
mengenai memelihara burung di dalam sangkar untuk didengarkan suaranya
atau selainnya. Beliau pun menjawab bahwa hal itu diperbolehkan
sepanjang si pemilik memenuhi apa yang dibutuhkan burung sebagaimana
hewan ternak yang diikat.
سُئِلَ الْقَفَّالُ عَنْ حَبْسِ الطُّيُورِ فِي أَقْفَاصٍ
لِسَمَاعِ أَصْوَاتِهَا أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ ، فَأَجَابَ بِالْجَوَازِ إذَا
تَعَهَّدَهَا صَاحِبُهَا بِمَا يَحْتَاجُ إلَيْهِ كَالْبَهِيمَةِ تُرْبَطُ
“Al-Qaffal pernah ditanya mengenai mengurung (memelihara) burung di
dalam sangkar untuk didengarkan suaranya dan selainnya. Kemudian beliau
menjawab kebolehannya sepanjang pemiliknya memperhatikan apa yang
dibutuhkan sebagaiman hewan ternak yang diikat”.
Selanjutnya adalah pertanyaan yang ketiga tentang anggapan bahwa jika
istri sedang hamil maka suami dilarang menyiksa atau membunuh binatang.
Memang di sebagian masyarakat ada anggapan seperti itu. Hal ini karena
ada kekhawatiran kelak anaknya memiliki perangai yang tidak baik. Hemat
kami, pantangan ini harus dipahami secara secara cermat dan hati-hati.
Membunuh bintang tanpa alasan syar’i tidaklah dibenarkan, apalagi
menyiksanya. Memang ada beberapa bintang yang boleh dibunuh, seperti
ular dan anjing gila karena termasuk binatang yang membahayakan.
Lantas bagaimana jika menyembelih hewan yang boleh untuk dimakan,
seperti sapi, ayam, dan kambing? Menyembelih hewan yang boleh dimakan
itu diperbolehkan apabila memang untuk dikonsumsi. Dalam kitab ‘Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud ditegaskan bawa Rasulullah saw melarang menyembelih hewan kecuali untuk tujuan dikonsumi.
وَقَدْ نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَبْحِ الْحَيَوَانِ إِلَّا لِمَأْكَلِهِ
“Sungguh, Rasulullah saw telah melarang menyembeli hewan kecuali
untuk dikonsumsi,” (Muhamad Samsul Haqq al-Azhim Abadi Abu Thayyib, Aun al-Ma’bud Syarhu Sunani Abi Dawud, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1415 H, juz, 10, h. 252)
Berangkat dari penjelasan ini, maka dalam pandangan kami bahwa dalam
ajaran Islam terdapat pantangan (larangan) membunuh atau menyembelih
binatang tanpa adanya alasan yang dibenarkan seperti dijelaskan di atas.
Adapun dalam kondisi ketika istri sedang hamil, tidak ada pantangan
bagi suaminya untuk menyembelih hewan yang boleh dimakan apabila memang
untuk keperluan dikonsumsi.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga jawaban singkat
kami ini bisa dipahami dengan baik. Saran kami, bersikaplah arif dan
jangan terburu-buru menghukumi sesat terhadap keyakinan suatu masyarakat
yang kita anggap berbeda dengan keyakinan kita. Toh jika memang
keyakinan mereka itu tidak benar, maka luruskan dengan cara-cara yang
baik dan bijak. Dan kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik
dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, (NU)