Saya Merebut Istri Orang Kemudian Menikah, Apakah Pernikahan Saya Sah?

Saya Merebut Istri Orang Kemudian Menikah, Apakah Pernikahan Saya Sah?

Apa hukumnya bila saya sudah terlanjur menikah dgn seorang wanita mantan suami orang? dgn catatan mereka bercerai karena saya si suami tdk bersalah. apakah pernikahan itu syah bila saya bertobat apakah saya harus menceraikannya? karena saya merasa di kejar perasaan bersalah

Jawab:

Apa yang bisa bayangkan, ketika suami pertama wanita adalah anda? Istri anda didekati lelaki lain, hingga diapun jatuh cinta kepadanya dan berusaha meminta anda untuk menceraikannya, agar bisa menikah dengan lelaki itu. Tentu anda akan sakit hati dan marah kepada lelaki itu.

Saat ini, lelaki itu adalah anda. Dan pasti mantan suami dari wanita yang kini menjadi istri anda sangat benci kepada anda. Inilah dosa takhbib. Menjadi penyebab percerian dan kerusakan rumah tangga. Karena kehadirannya, membuat seorang wanita menjadi benci suaminya dan meminta untuk berpisah sehingga bisa menikahi lelaki kedua yang sedang dekat dengannya sebagaimana Anda.

Dalam banyak hadisnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ancaman keras untuk pelaku takhbib. Diantaranya, Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امرَأَةً عَلَى زَوجِهَا
“Bukan bagian dariku seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud 2175 dan dishahihkan al-Albani)

Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ أَفْسَدَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِهَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dariku.” (HR. Ahmad 9157 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Hukum Pernikahan Hasil Takhbib

Kita fokus di hukum pernikahan hasil merusak rumah tangga orang lain. Terdapat kaidah fiqh yang menyatakan, من تعجل شيئا قبل أوانه عوقب بحرمانه

Siapa yang terburu-buru mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, dia dihukum dengan cara dilarang untuk mendapatkannya.

Terburu-buru mendapatkan sesuatu sebelum waktunya, termasuk pelanggaran dalam agama. Seorang baru bisa mendapatkan warisan dari orang tuanya, jika ortunya telah meninggal. Tapi jika dia buru-buru ingin mendapatkannya dengan cara membunuh ortunya, maka tindakannya menjadi penghalang baginya untuk mendapatkan warisan dari ortunya.

Dan semua pernikahan yang diawali dengan cara yang batil, hasilnya juga kebatilan.

Atas dasar ini, sebagian ulama memutuskan bahwa ketika terjadi perpisahan dalam keluarga, sehingga si istri bersemangat untuk minta cerai disebabkan kehadiran lelaki baru, maka mereka dipisahkan selamanya. Dihukum dengan keputusan yang berkebalikan dengan harapan dan keinginannya.

Sebagian ulama menegaskan dengan memberikan putusan paling susah untuknya dan melarangnya. Sampai Malikiyah mengatakan, bahwa wanita yang berpisah ini diharamkan untuk menikah dengan lelaki yang menjadi penyebab kerusakan rumah tangganya, diharamkan untuk selamanya. Sebagai hukuman baginya, dengan kebalikan dari apa yang dia inginkan. Agar semacam ini tidak menjadi  celah bagi masyarakat untuk merusak hubungan para wanita (dengan suaminya). (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 5/251).

Mereka – ulama Malikiyah – menyebutkan bahwa nikahnya dibatalkan, baik sebelum berhubungan maupun sesudah berhubungan, tanpa ada perbedaan pendapat di kalangan mereka. Namun yang menjadi perbedaan adalah apakah lelaki pelaku takhbib itu diharamkan untuk menikahi wanita selamanya ataukah tidak sampai selamanya.

Mereka menyebutkan adanya dua pendapat:

Pertama, dan ini yang lebih terkenal, bahwa mereka dipisahkan tapi tidak selamanya. Jika si wanita kembali kepada suami pertama, kemudian diceraikan oleh suami pertama atau suami pertama meninggal, maka si lelaki kedua ini boleh menikahi wanita itu.

Kedua, mereka diharamkan menikah selamanya. Diantara yang menyatakan pendapat ini adalah Yusuf bin Umar, seperti yang disebutkan dalam Syarh az-Zarqani, dan ini yang difatwakan  beberapa ulama kontempporer di daerah Fez – Maroko. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 11/20).

Memang lelaki ini menikah dengan si wanita atas dasar saling ridha. Tapi perlu dia ingat, dia membangun keluarga dengan cara bermaksiat kepada Allah dan merusak keluarga orang lain…
Allahu a’lam.

sumber:bersamadakwah.net