Isbal Tinjauan Syariat Menurut Berbagai Persepsi Ulama

Isbal Tinjauan Syariat Menurut Berbagai Persepsi Ulama

Isbal adalah bukan lah hal yang qath'i, namun demikian banyak Ulama yang memaksakan pendapatnya untuk hal yang satu ini, sangat keras dalam memaknai Isbal ini. Hal wajar terjadi dan kita harus berlapang dada terhadap semua keputusan mereka. Diantara Ulama ada yang memutlakkan keharamannya apapun tujuannya, namun sebagian yang lain tidak mutlak keharamannya tergantung pada tujuan dan motivasinya. Disini, kita akan meninjau Isbal dari perspekstif Bin Baz dan Ibnu Hajar serta Imam Nawawi.

Isbal Versi Imam Nawawi

Imam Nawawi Rahimahullah adalah Ulama besar dengan karangan kitabnya yang sejubel dan menjadi kiblat kaum muslimin. Diantaranya adalah syarah Sahih Muslim, Riyadhus Shalihin dan serta kitab sederhana tapi luar biasa, yaitu Hadits Arbain. Dan diantara kitab fiqh yang terkenal adalah I'anatut Thalibin. 

Dalah Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan tentang hadits Isbal sebagai berikut :

Adapun hadits-hadits yang mutlak bahwa semua pakaian yang melewati mata kaki di neraka, maksudnya adalah bila dilakukan oleh orang yang sombong. Karena dia mutlak, maka wajib dibawa kepada muqayyad, wallahu a'lam.
Dan Khuyala' adalah kibir (sombong). Dan pembatasan adanya sifat sombong mengkhususkan keumuman musbil (orang yang melakukan isbal) pada kainnya, bahwasanya yang dimaksud dengan ancaman dosa hanya berlaku kepada orang yang memanjangkannya karena sombong. Dan Nabi SAW telah memberikan rukhshah (keringanan) kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq ra seraya bersabda, "Kamu bukan bagian dari mereka." Hal itu karena panjangnya kain Abu Bakar bukan karena sombong.

Isbal Versi Hafidz Ibnu Hajar

Ulama besar yang  juga sukses menulis syarah shahih Bukhari yaitu syarah yang paling terkenal diantara syarah2 shahih bukhari, merupakan Ulama yang jasanya tak ternilai dalam Islam. 

Hafidz Ibnu Hajar memandang haramnya Isbal itu tidak mutlak, dimana sibal akan menjadi haram jika motivasinya adalah riya' namun jika tidak ada motivasi tersebut maka isbal itu tidak menjadi haram.

Dalam sebuah hadits yang menerangkan Isbal beliau berargumen sebagai berikut :
Di dalam hadits ini terdapat keterangan bahwa isbal izar karena sombong termasuk dosa besar. Sedangkan isbal bukan karena sombong (riya'), meski lahiriyah hadits mengharamkannya juga, namunhadits-hadits ini menunjukkan adalah taqyid (syarat ketentuan) karena sombong. Sehingga penetapan dosa yang terkait dengan isbal tergantung kepada masalah ini. Maka tidak diharamkan memanjangkan kain atau isbalasalkan selamatdari sikap sombong. (Lihat Fathul Bari, hadits 5345)
Dari sinilah kita ketahui bahwa klaim itu Haram secara mutlak adalah bukan kesepakatan para Ulama, yakni kurang tepat jika semua Ulama telah mengharamkan Isbal secara Mutlak. Imam Nawawi dan Ibnu Hajar memberi qoyyid atas keharaman Isbal apabila dilakukan dengan tujuan sombong.

Isbal Versi Syeck Abdul Aziz Bin Baz
Memang tidak sulit mendapatkan literatur di Internet yang mengharamkan isbal secara mutlak. Fatwa-fatwa Ulama saudi memang cenderung berkiblat pada pengharaman Isbal secara Mutlak. Salah satunya adalah Fatwa Syeck Bin Baz rohimahullah. Beliau jelas sekali berfatwa bahwa Isbal itu apapun alasannya, baik dengan riya ataupun tidak dan apapun motivasi nya tetaplah Haram Mutlak dan pelakunya dosa besar dan menyeret ke neraka. 

Fatwa ini adalah fatwa yang paling populer dari Fatwa2 Beliau yang di gubah oleh murid-muridnya dan tersebar di ruang ciber (internet) dan menempati rangking pertama halaman google. 
Apa yang di bawah kedua mata kaki berupa sarung maka tempatnya di Neraka " [Hadits Riwayat Bukhari dalam sahihnya]
"Ada tiga golongan yang tidak akan dilihat oleh Allah di hari Kiamat, tidak dilihat dan tidak disucikan (dari dosa) serta mendapatkan azab yang sangat pedih, yaitu pelaku Isbal (musbil), pengungkit pemberian dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu." (HR Muslim)
Kedua hadits ini dan yang semakna dengannya mencakup orang yang menurunkan pakaiannya (isbal) karena sombong atau dengan sebab lain. Karena Rasulullah SAW mengucapkan dengan bentuk umum tanpa mengkhususkan. Kalau melakukan Isbal karena sombong, maka dosanya lebih besar dan ancamannya lebih keras.

Tidak boleh menganggap bahwa larangan melakukan Isbal itu hanya karena sombong saja, karena Rasullullah SAW tidak memberikan pengecualian hal itu dalam kedua hadist yang telah kita sebutkan tadi, sebagaiman juga beliau tidak memberikan pengecualian dalam hadist yang lain.

Beliau SAW menjadikan semua perbuatan isbal termasuk kesombongan karena secara umum perbuatan itu tidak dilakukan kecuali memang demikian. Siapa yang melakukannya tanpa diiringi rasa sombong maka perbuatannya bisa menjadi perantara menuju ke sana. Dan perantara dihukumi sama dengan tujuan, dan semua perbuatan itu adalah perbuatan berlebihan-lebihan dan mengancam terkena najis dan kotoran.

Adapun Ucapan Nabi SAW kepada Abu Bakar As Shiddiq ra. ketika berkata: Wahai Rasulullah, sarungku sering melorot (lepas ke bawah) kecuali aku benar-benar menjaganya. Maka beliau bersabda:

"Engkau tidak termasuk golongan orang yang melakukan itu karena sombong." [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Yang dimaksudkan oleh oleh Rasulullahbahwa orang yang benar-benar menjaga pakaiannya bila melorot kemudian menaikkannya kembali tidak termasuk golongan orang yang menyeret pakaiannya karena sombong. Karena dia (yang benar-benar menjaga ) tidak melakukan Isbal. Tapi pakaian itu melorot (turun tanpa sengaja) kemudian dinaikkannya kembali dan menjaganya benar-benar. Tidak diragukan lagi ini adalah perbuatan yang dimaafkan.

Adapun orang yang menurunkannya dengan sengaja, apakah dalam bentuk celana atau sarung atau gamis, maka ini termasuk dalam golongan orang yang mendapat ancaman, bukan yang mendapatkan kemaafan ketika pakaiannya turun. Karena hadits-hadits shahih yang melarang melakukan Isbal besifat umum dari segi teks, makna dan maksud.

Maka wajib bagi setiap muslim untuk berhati-hati terhadap Isbal. Dan hendaknya dia takut kepada Allah ketika melakukannya. Dan janganlah dia menurunkan pakaiannya di bawah mata kaki dengan mengamalkan hadits-hadits yang shahih ini. Dan hendaknya juga itu dilakukan karena takut kepada kemurkaan Alllah dan hukuman-Nya. Dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufiq.

[Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibn Abdullah Ibn Bazz dinukil dari Majalah Ad Da'wah hal 218]