Kata “CERAI” saat marah… Sahkah?
Nyantri Virtual
Kita memang tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidup kita. Termasuk
dalam hal pilihan pasangan hidup. Dulu, sebelum menikah, dalam pandangan kita,
mungkin dialah yang terbaik. Tapi, setelah hidup bersama, ternyata sebaliknya,
atau minimal ada sifat buruk yang baru diketahui setelah kita menikah.
Namun, Allah SWT menciptakan kita di dunia ini untuk diuji dan dicoba.
Sebab apa? Ketahuilah, bersabar dalam menghadapi akhlaq yang tidak baik
pasangan kita merupakan suatu amalan yang besar pahalanya.
قال رسول الله صل الله عليه وسلم أيما رجل صبر على سؤ
خلق زوجته أعطاه الله من الاجر مثل أعطى أيوب على بلائه وأيما امرأة صبرت على سؤ
خلق زوجها أعطاها الله من الاجر مثل ما أعطى آسيه بنت مزاحم امرأة فرعون (رواه
الطبراني
Rasulullah
SAW bersabda, “Lelaki mana saja yang bersabar atas akhlaq jelek istrinya, Allah
SWT akan memberikan pahala kepadanya seperti yang Dia berikan kepada Ayyub AS,
karena kesabarannya atas bala’ yang menimpanya. Dan perempuan mana saja yang
bersabar atas akhlaq buruk suaminya, Allah SWT akan memberikan pahala kepadanya
seperti yang Dia berikan kepada Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun.” (HR
Ath-Thabarani).
Adapun
mengenai ucapan “cerai” dari suami yang sering kali diucapkannya saat marah,
tetap saja hukumnya jatuh talak. Karena kebanyakan mereka yang sedang marah
besar sekalipun tetap dalam keadaan sadar dan ingat apa yang dia lakukan serta
ucapkan. Ia hanya tak dapat mengendalikan kemarahan dirinya hingga keluar
kata-kata “cerai” itu.
Memang,
ada hadits Nabi SAW yang menerangkan bahwa talak suami yang ia jatuhkan ketika
marah tidak jatuh.
عن
عائشة رضي الله عنها أن النبي عليه الصلاة والسلام قال : “لا طلاق ولا عتاق في
إغلاق” . (رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه
Dari
Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak terlaksana talak suami atau
kemerdekaan seorang budak yang diucapkan di saat marah.” (HR Ahmad, Abu Dawud,
dan Ibnu Majah).
Maksud
hadits di atas bukan pada semua kemarahan, akan tetapi hanya dikhususkan pada
kemarahan yang membuat seseorang sampai tak sadar atas apa yang dia ucapkan.
Para
ulama mengelompokkan perilaku marah, yang menyebabkan terlontarnya kata-kata
menceraikan istri, pada tiga macam. Berikut penjelasannya sekaligus konsekuensi
hukumnya:
Marahnya
seseorang sedemikian rupa sampai pada batas lupa ingatan atau seperti orang
gila. Sehingga, apa pun yang diucapkan dan dilakukan, tidak disadarinya dan
tidak diingatnya. Ketika ditanyakan apa yang baru saja diucapkan, sama sekali
tidak ingatnya apa yang telah diucapkan dan apa yang telah terjadi. Dalam
keadaan seperti ini talaknya dihukumi tidak sah atau tidak jatuh. Dan status
istrinya tetap sebagai istri yang sah.
Marahnya
seseorang yang memang memuncak, tetapi ia masih ingat apa yang dilakukan dan
diucapkan, walaupun tidak semua. Marahnya yang teramat sangat telah membuat
dirinya mengeluarkan kata “cerai” terhadap istrinya. Terdapat beda pendapat di
kalangan ulama dalam hal ini. Akan tetapi menurut pendapat yang kuat, talaknya
itu tetap dihukumi sah dan status istrinya terceraikan darinya.
Marahnya
seseorang dalam keadaan marah yang biasa-biasa saja dan terlontar darinya
kata-kata kepada istrinya. Dalam hal ini, hukumnya jelas. Talaknya jatuh dan
dihukumi sah tanpa ada khilaf.
Karena
itu saran bagi para suami, jangan mudah bermain-main dengan kata-kata talak
atau cerai. Biasanya, kalau sudah terjadi, alasannya, “Waktu itu kan saya
sedang marah. Jadi talaknya tidak jatuh.”
Saya
juga menyarankan, bila terjadi keributan-keributan besar dalam rumah tangga
hingga menyebabkan salah satu kondisi seperti yang disebutkan di atas itu
terjadi, sebaiknya ditanyakan kepada para ulama. Mereka amat memahami apakah
talak yang diucapkan itu jatuh atau tidak.
Jangan
anggap remeh masalah ini, sebab ini berhubungan dengan status istri dan
anak-anak. Jika ternyata talaknya sah, dan boleh jadi si suami telah
mengucapkannya lebih dari tiga kali, status mereka tentunya sudah bukan
suami-istri lagi. Konsekuensi selanjutnya, setiap kali mereka berhubungan
badan, itu dihukumi sebagai perbuatan zina, dan anak yang terlahir dari
hubungan badan tersebut juga dianggap sebagai anak zina.
Habib Segaf Baharun