Cintalah Penyebab Segalanya
Nyantri Virtual
Cinta laksana air dalam kehidupan, nafas dalam jiwa, semangat dalam
raga, lembut dalam sutera. Ia bagaikan panas pada api, dingin pada
salju, luas pada angkasa dan, seperti kata Sapardi, “kayu kepada api
yang menjadikannya abu”
Disebabkan oleh cinta, Rasulallah SAW selalu mengingat-ingat
almarhumah Khadijah (RA), istri pertamanya, hingga Aisyah (RA), istri
ketiganya, cemburu “Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering
disebut Rasulullah, sampai-sampai aku berkata: Wahai Rasulullah, apa
yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu,
sementara Allah telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?”
Rasulullah SAW menjawab, “Demi Allah, tak seorang wanita pun lebih
baik darinya. Ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat
manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku,
Allah menganugerahkan anak kepadaku darinya.”.
Dalam riwayat lain diceritakan, Aisyah mengatakan, “Tak seorang pun
dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam ketimbang Khadijah.
Meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah seringkali
menyebutnya. Pernah suatu kali beliau menyembelih kambing lalu
memotong-motong dagingnya dan membagikannya kepada sahabat-sahabat karib
Khadijah.”
Jika hal tersebut disampaikan Aisyah, Rasulullah SAW menanggapinya
dengan berkata, “Wahai Aisyah, begitulah kenyataannya. Sesungguhnya
darinyalah aku memperoleh anak”.
Disebabkan oleh cinta, Adam memakan buah keabadian (syajarah khuldi),
karena – konon – Sayyidah Hawwa memintanya melakukan itu. Adam yang
hidup di syurga dengan kenikmatan yang tiada tara, tetap berharap dengan
keabadian cinta. Ah, ada saja.
Dalam tulisan yang singkat ini, saya ingin membahas tentang cinta
yang sebenarnya. Cinta yang telah mengantarkan janin pada kedewasaan,
air pada pusaran gelombang dan jalinan rindu pada bait-bait syair
kehidupan. Cinta, sebuah kata yang hanya terdiri dari lima huruf.
Tetapi, kandungannya telah mengubah sejarah peradaban manusia. Syeikh
‘Aidh al-Qorni mengatakan kita harus memilah cinta pada dua takaran:
cinta ilahiyah dan cinta duniawiyah. Cinta ilahiyah adalah cinta yang
abadi. Cinta seorang hamba pada Allah untuk mengikuti seluruh aturan
hidup yang diberikan lewat nabi-Nya, Muhammad SAW. Bagaimana mungkin
manusia tak mencintai Tuhannya, sementara seluruh kenikmatan ini adalah
pemberian-Nya: Ketentuan Allah adalah adil, syariat-Nya rahmat,
ciptaan-Nya menawan, fadhilah-Nya luas melebihi keluasan samudera.
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمَاتِ رَبِّي
لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا
بِمِثْلِهِ مَدَدًا﴿١٠٩﴾
“Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis
(ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula)”. (QS Al-Kahfi: 109)
Cinta ilahiyah adalah apa yang ditunjukkan Bilal bin Rabah, ketika
ia berkata, “Ahad… ahad… ahad” di tengah himpitan batu panas yang
menindihnya. Adalah Umair bin Himam yang berlari menyambut seruan perang
padahal sedang asyik menikmati makanan, seraya berkata, “aku tak mau
biji kurma ini menghalangiku masuk syurga.” Adalah Handzalah bin Abu
Amir, yang melepaskan pelukan istrinya di malam pengantin baru, seraya
menyambut seruan jihad pada perang Uhud dan menemui syahidnya. Ia
dimandikan para malaikat hingga membuat sahabat nabi yang lain
bertanya-tanya. “Mengapa dimandikan malaikat?” “Cari tahulah pada
keluarganya” kata Rasulallah SAW yang mulia. Ya, ia tak sempat mandi
jinabah saat menyambut panggilan Tuhannya. Itulah sekelumit contoh cinta
Ilahiyah. Cinta yang meminta pengorbanan harta dan jiwa, “Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman
kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS As-Shaff 10-11).
Disebabkan oleh cinta, Ibn Abbas kehilangan kedua matanya. Tokoh yang
dikenal sebagai “al-Quran berjalan”, lautan ilmu dan tempat bertanya
para sahabat Nabi SAW itu menangis setiap malam dalam tahajudnya karena
cintanya kepada Allah sampai matanya buta. Seseorang datang dan berusaha
memberikan simpati padanya, Ibn Abbas justru berkata:
إن يأخذ الله من عيني نورهما *** ففي فؤدي وقلبي منهما نور
قلبي ذكي وعقلي غير ذي عوح *** وفي فمي صارم كالسبف مشهور
Allah mengambil dari kedua mataku cahayanya
Maka, pada hati dan pikiranku kedua cahaya itu tetap bersinar
(aku berharap) hatiku terus tajam, akalku terus terasah
Dan pada mulutku (kemampuan untuk memberi nasihat) seperti pedang yang terhunus tajam lagi terkenal.
Untuk itulah, seorang penyair Arab menulis:
الحب للرحمن جل جـلاله *** وهو مستحق الحب والأشواق
فأصرفه للملك الجليل ولذبه *** من كل ما تخشاه من إرهاق
Cinta sesungguhnya adalah hanya kepada yang Maha Mencinta
Dialah yang paling berhak untuk dicinta dan dirindu
Maka, palingkanlah cintamu dari raja yang berkuasa
Dan dari setiap yang engkau takut dari makhluk-Nya.
Selain cinta ilahiyah, manusia yang hidup di alam duniawi yang profan
ini seharusnya merasakan juga cinta duniawi. Ia adalah fitrah pada
manusia. Yaitu mencinta harta, anak dan istri (atau suami) sebagai
belahan jiwa. Tentu semua itu tak boleh melebihi kecintaan seseorang
pada Allah SWT. Untuk itulah, Allah SWT mengingatkan,
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ
اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ
تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي
سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ﴿٢٤﴾
Katakanlah: “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu,
istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari
berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
fasik. (QS. at-Taubah ayat 24).
Disebabkan oleh cinta, Nabi Nuh (alaihi salam) memanggil anaknya
untuk bergabung dalam bahtera yang segera berangkat, saat air makin
meninggi, gemuruh ombak dan gelombang lautan terus berkejaran mengisi
seantero negeri yang akan segera tenggelam. Tapi, segera Allah SWT
ingatkan,
قَالَ يَا نُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ ۖ إِنَّهُ
عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ ۖ فَلَا تَسْأَلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۖ
إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ﴿٤٦﴾
Allah berfirman: “Hai Nuh, Sesungguhnya Dia bukanlah Termasuk
keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya
(perbuatan)nya[722] perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu
memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikat)nya.
Sesungguhnya aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan Termasuk
orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (QS. Hud 46)
Disebabkan oleh cinta manusia meminum arak rindu yang memabukkan itu. Mutanabbi, penyair Arab menulis, Aku mencintaimu, jangan kau tanyakan mengapa, sebab aku mencintaimu adalah pilihan dan jalan hidupku.
Penyair Arab lain menulis:
ولا تسألني عن وطني فقد اقمته بين يديك
ولا تسألنى عن اسمي فقد نسيته عندما احببتك
Jangan kau tanyakan dari mana asalku, sebab telah ku bentangkan di hadapanmu.
Jangan pula kau tanyakan siapa namaku, sebab aku telah lupa sejak mencintaimu.
Sebagai agama fitrah, Islam memberi ruang pada cinta duniawi ini.
Ketika sepasang anak manusia tertarik satu dengan lainnya, Islam
menganjurkan untuk segera mendokumentasikannya dalam mahligai rumah
tangga. Rasulallah SAW berpesan, “Wahai anak muda, barangsiapa di antara
kalian sudah mampu (menikah), hendaklah menikah.” Ikat cintamu.
Abadikan pelana hatimu. Simpan permata jiwamu. Proklamasikan belahan
kasihmu di altar sajadah ijab-kabul yang disaksikan para malaikat,
sambil bersimpuh di hadapan orang tua dan kerabat.
Cintailah pasanganmu seperlunya. Sebab, telaga cinta manusia pasti
akan kering suatu saat kelak. Ia tak mungkin abadi, bahkan jika kau
dokumentasikan cintamu semewah Taj Mahal sekalipun. Pernikahan telah
menyingkap tabir rahasia pasanganmu. Bagi suami, ternyata istri yang
engkau nikahi tidaklah semulia Khadijah yang rela berkorban seluruh
hartanya untuk dakwah suaminya. Tidak pula setaqwa Aisyah yang menutup
malam dengan tahajud dan siang dengan infak dan sedekah. Tidak pula
setabah Fatimah ketika Ali bin Abi Thalib, suaminya, membagikan
persediaan makanannya untuk fakir, miskin, janda dan tawanan perang
hingga Allah turunkan ayat sebagai pengabadian cinta mereka,
“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan
keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula
(ucapan) terima kasih” (QS Al-Insan 9)
Disebabkan oleh cinta, sadarlah engkau bahwa istrimu hanyalah wanita
pada umumnya. Ia yang punya cita-cita dunia, ingin rumah, kendaraan,
perhiasan dan berbagai gadget terbaru untuknya. Pernikahan telah
mengajarkanmu kewajiban bersama. Istri menjadi tanah, engkau langit yang
menaunginya. Istri ladang tanaman, engkau pemagarnya. Kala ia tengah
teracuni, engkau harus menjadi penawar bisanya.
Maka, ketika cinta telah terpatri di buku nikah, Rasulallah SAW
menganjurkan umatnya untuk mendoakan sepasang kekasih itu, “Semoga Allah
memberikan keberkahan kepadamu, keberkahan ke atasmu dan mempersatukan
keberduaanmu dalam kebaikan. Satu dalam dua adalah ibadah; bercumbu
ibadah, mencari rezeki ibadah, tersenyum ibadah, bahkan saling meremas
jemari pun ibadah. “Meremas jari-jemari istri menggugurkan dosa-dosa
kecilmu!”
Malam pengantin baru adalah malam yang ditunggu-tunggu. Sebagian
menantikannya dengan dada berdebar, sebagian lain dengan mabuk kepayang.
Jantung berdetak tak karuan, kaki berdiri lebih sering kesemutan, duduk
tak diam, berjalan tak jelas pula arahnya. Rasulallah SAW berpesan,
“Takutlah kalian kepada Allah dalam hal wanita. Kalian mengambil mereka
dengan amanah dari Allah, dan menjadi halal dengannya karena nama
Allah.”
Disebabkan oleh cinta, Rasulallah SAW menganjurkan kepada pengantin baru hal-hal berikut ini:
- Shalatlah dua rakaat.
- Ambil gelas, tuangkan susu dan madu, teguk dan rengkuh isinya bersama.
- Letakkan niat dengan benar sebab setiap amal seorang muslim dihitung berdasarkan niatnya. Dalam satu hadits diriwayatkan dari Abu Dzar bahwasanya orang-rang bertanya kepada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah orang-orang kaya telah memborong pahala, di mana mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka menyedekahkan kelebihan harta mereka”. Rasulullah saw. bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat baik adalah sedekah, mencegah dari perbuatan mungkar adalah sedekah, bahkan di dalam salah seorang di antara kamu sekalian itu bersetubuh dengan istrinya juga termasuk sedekah”.
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah seseorang itu
melampiaskan nafsunya juga mendatangkan pahala?” Beliau menjawab:
“Bagaimana pendapatmu seandainya ia melampiaskan nafsunya pada yang
haram, bukankah yang demikian itu mendatangkan dosa? Demikian sebaliknya
bila ia melampiaskan nafsunya pada yang halal maka ia mendapatkan
pahala”. (Riwayat Muslim).
- Meletakkan tangan di atas kening istri seraya berdoa, “Allahumma Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih” Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta Aku berlindung kepada-Mu dari pada keburukannya dan keburukan yang Engkau berikan kepadanya”.
- Berdoa agar terhindar dari syaitan. Tibalah saat yang dinanti itu, ketika madu berkasih, ombak jiwa berdebar, angin bertiup melewati daun jendela, perahu pelaminan terguncang dan kasih tertunaikan. Rasulallah SAW ingatkan umatnya untuk sekali lagi berdoa. “Sekiranya ada di antara kalian yang hendak menggauli istrinya, hendaklah ia berdoa, (artinya), Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah syaitan, dan jauhkan syaitan dari apa yang Engkau rezekikan pada kami. Sebab sekiranya dari hubungan itu diberikan anak, niscaya tidak akan dicelakakan syaitan selama-lamanya.”
Demikian, tulisan singkat tentang cinta ini. Semoga bermanfaat.
Wallahu a’lam bis showab. (dakwatuna)