Ulama dan ustadz Mie Instant Seleeeraa kuu ...
Serba Serbi Terkini
ulama n Ustadz MIE INSTAN seleeraa kuuu
pake lagu kaya iklan bacane
pake lagu kaya iklan bacane
Oleh : Ulfalin Althafunnisa
Mie instan adalah makanan 'ajaib', karena ada banyak kelebihannya. Yang paling utama adalah bahwa mie instan merupakan makanan yang tersedia dimana-mana, baik yang masih dalam kemasan di warung-warung, hingga warung makan yang khusus menyajikannya mie instan yang sudah dimasak.
Padahal kalau mau jujur, sebenarnya semua mie instan itu biasa-biasa saja. Tidak ada yang bisa terlalu dibanggakan, karena sebenarnya cuma mie biasa saja dan tidak lebih. Benar, cuma mie saja dan hanya mie, tidak ada tambahan apa-apa di dalam bungkusannya.
Kalau pun ada, cuma gambarnya saja yang dibuat menarik selera. Coba perhatikan, semua mie instan yang dijual itu dikemas dengan bungkus bergambar mie matang yang sudah disajikan. Gambarnya sangat menarik selera tetapi sekaligus juga bisa menipu. Seolah-olah isinya sudah dilengkapi dengan aneka asesorisnya, seperti telur, daging ayam, sayuran, daun bawang, irisan sosis, irisan jeruk nipis, irisan tomat, lengkap dengan efek asap yang masih mengepul.
Yang hebat adalah tukang potret dan desainer gambarnya. Sebab karyanya bisa membuat kita semua membayangkan bahwa seolah-olah seperti itulah isi kemasannya.
Padahal kalau kita buka kemasannya, semua bahan tambahan itu tidak pernah ada. Yang ada cuma mie yang dikeringkan, ditambah bumbu instan, minyak dan sambal bubuk. Untuk memasaknya cukup dengan direbus dengan air lalu semua bumbunya dicemplungkan apa adanya dan selesai sudah. Kalau bisa dicemplungkan telur ke dalamnya, rasanya sudah sangat mewah. Tetapi telurnya beli sendiri dan tidak ada di dalam kemasan.
Tidak ada tambahan bahan-bahan seperti yang ada di gambar kemasan. Bahkan seumur-umur saya malah belum pernah makan mie instan yang dimasak persis seperti yang digambar kemasannya, baik yang dibikin oleh ibu atau oleh pihak-pihak yang 'pro' yaitu warung mie instan sekalipun.
Hasil penelurusan ke berbagai warung mie instan yang banyak di perempatan jalanan, saya belum pernah juga menemukan kreatifitas warung mie instan yang memasak dan menyajikan mie instan itu dalam bentuk seperti yang ada di gambar kemasannya.
So, gambar kemasan itu nyaris tidak pernah terwujud, tidak pernah eksis dan tidak pernah ada. Karena bahan-bahannya memang tidak pernah dilengkapi dalam kemasan. Kalau pun mau, ya kita harus cari sendiri bahan-bahan pelengkapnya. Tetapi semua kita sudah tahu hal itu, sehingga tidak pernah komplain juga.
Mie Instan Kaya Rasa
Setiap kemasan mie instan itu punya rasa yang berbeda-beda. Ada banyak pilihan rasa yang ditawarkan. Ada rasa soto ayam, rasa daging rendang, rasa bakso, rasa ayam panggang, rasa cabe ijo, rasa mie telor, dan sejuta rasa lainnya. Rasa sate ding
Tetapi sayang sekali, semua rasa itu hanya rasa di lidah saja. Karena semua produk mie instan memang hanya menggunakan perasa atau perisa buatan saja.
Kalau ada sabun beraroma khas bunga tertentu misalnya, maka yang dipakai adalah perisa atau essence. Dan semua mie instan yang beredar di pasaran dengan aneka rasa, pasti menggunakan essence.
Maka meski mie instan yang kita makan itu rasa daging sapi, tetapi kita tidak pernah memakan dagingnya, karena dagingnya tidak pernah ada, yang ada cuma rasanya. Mie instan rasa rendang itu cuma rasa, daging rendangnya tidak pernah ada sama sekali. Mie instan rasa ayam panggang itu cuma rasa, ayam panggangnya entah kemana. Nonggo gak moleh
ustadz Mie Instan
Kasus ketiadaan wujud daging rendang dan ayam panggang kecuali hanya rasanya pada mie instan ini mirip sekali dengan keberadaan ustadz di negri kita negri maiyaaa. Kalau sekedar tokoh yang punya rasa ulama dan rasa ustadz sih banyak, dimana-mana kita temukan. Tetapi yang benar-benar merupakan sosok ulama dan ustadz dengan segala syarat dan kedalaman ilmunya masih jarang-jarang kita temukan.
Kalau sekedar tokoh yang rajin berpenampilan dimirip-miripkan dengan ulama, atau bergaya bicara seperti ulama, atau yang sok mengaku-ngaku ulama, nyaris setiap hari kita lihat gambarnya di sudut-sudut jalanan. Kadang dengan beraninya tanpa malu mereka bikin lembaga yang namanya pakai embel-embel 'ulama'.
Tetapi kalau dikritisi sekali lagi, ternyata semua itu cuma sebatas rasanya saja, rasanya rasa-rasa ulama, tetapi terus terang isinya sama sekali bukan ulama. Sebatas gambarnya saja yang mirip ulama, tetapi isi kemasannya sama sekali bukan ulama. Bahkan jauh sekali dari ulama.
Kenapa Tidak Termasuk Ulama dan tidak termasuk ustadz?