Mari Mengenal Madzhab

Mari Mengenal Madzhab

1. Bahasa : berasal dari kata zahaba (Arab) yang berarti pergi/tempat pergi.
2. Terminologi : pendapat, kelompok, aliran yang pada mulanya merupakan pendapat atau hasil ijtihad seorang imam dalam memahami suatu masalah, baik menyangkut masalah teologi, tasawuf, filsafat, politik maupun fikih. Dalam perkembangannya kata mazhab mengalami penyempitan makna yang semula menyangkut semua aspek ajaran Islam, belakangan hanya menyangkut hukum Islam (fikih).

Dalam kaitannya dengan fiqih mazhab memiliki dua pegnertian :
1. mazhab adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh oleh seorang imam mujtahid dalam menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan al-Quran dan al-hadis.
2. mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang imam mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Quran dan al-hadis.

kesimpulan : mazhab adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam mujtahid dalam memecahkan masalah atau meng-istinbath-kan hukum Islam.

Mazhab yang dikenal dalam sejarah Islam :

1. Imam Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-Bashri (w. 110 H)
2. Imam Abu Hanifah al-Nu’man (w. 150 H)
3. Imam al-Auza’i Abu Amr bin Muhammad (w. 157 H)
4. Imam Sufyan bin Sa’id bin Masraq al-Tsauri (w. 160 H)
5. Imam al-Laits bin Sa’ad (w. 175 H)
6. Imam Malik bin Anas al-Asybahi (w. 179 H)
7. Imam Sufyan bin Uyainah (w. 198 H)
8. Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (w. 204 H)
9. Imam Ahmad bin Hanbal (w. 241 H)

Mazhab yang terus berkembang hingga sekarang dan masih banyak diikuti umat Islam hanya empat mazhab, yaitu:

1. Mazhab Hanafi yang rintis oleh Imam Abu Hanifah (w. 150 H). Pemikiran hukum mazhab ini bercorak rasional (ahl al-ra’yu). Hal ini disebabkan karena mazhab bermula di Kufah (Irak) yang terletak jauh dari Madinah. Irak, sebelum Islam, adalah pusat kebudayaan, tempat bertemu dan berkembangnya filsafat Yunani dan Persia. Setelah Islam, Irak menjadi pusat berkembangnya berbagai aliran politik, ilmu kalam dan fikih seperti Syi’ah, Khawarij dan Mu’tazilah. Pada masa Abu Hanifah, Kufah menjadi salat satu pusat aktifitas fikih para mujtahid generasi tabi’it tabi’in. Sebelum generasi tabi’in, Kufah menjadi tempat Abdullah bin Mas’ud (w. 32 H) yang dikirim oleh khalifah Umar bin Khattab (w. 644 M) untuk mengajarkan Islam dan memutuskan masalah-masalah hukum. Pendekatan dan metode yang digunakan untuk memecahkan hukum adalah dengan ra’yu (pendapat/nalar) karena ia sangat ketat dalam menerima hadis, analogi (qiyas), dan istihsan (qiyas khafi). Mazhab Hanafi terkenal sangat ketat untuk menerima hadis karena pada masa itu banyak muncul hadis-hadis palsu seiring dengan perpecahan politik yang dialami umat Islam. Banyak hadis yang diciptakan kelompok tertentu untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing. Mazhab ini banyak berkembang di Mesir, Suriah, Libanon, Turki, Tunisia, Turkistan, India, Pakistan, Afganistan, Balkan, Cina, Rusia dan Irak.

2. Mazhab Maliki yang didirikan oleh Imam Malik bin Anas (179 H). Pemikiran mazhab ini banyak dipengaruhi oleh sunnah yang cenderung tekstual. Imam Malik termasuk periwayat hadis, karyanya yang paling monumental adalah al-Muwaththa’ (kumpulan hadis yag bercorak fiqh). Dalam merumuskan hukum-hukum yang bersumber dari al-Quran dan al-hadis, Imam Malik menggunakan metode sebagai berikut: a) tidak seketat Abu Hanifah dalam menerima hadis. Jika Abu Hanifah hanya menerima hadis kalau hadis itu mutawatir atau paling tidak pada tingkatan masyhur, Imam Malik hanya menerima hadis ahad bahkan hadis ahad yang mursal asal periwayatannya orang yang terpercaya. Hadis ahad juga lebih diutamakan daripada qiyas, sehingga ia lebih banyak menggunakan hadis daripada ra’yu; b) ‘Amal ahl al-Madinah (praktik masyarakat Madinah), karena mereka dianggap orang yang paling tahu tentang al-Quran dan penjelasan-penjelasan Rasulullah; c) Pernyataan sahabat (qaul al-shahabi). Menurut Imam Malik, jika tidak ada hadis sahih dari Nabi saw yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah, maka pernyataan sahabat dapat dijadikan sumber hukum. Pendapat ini didasarkan pada pandangan bahwa para sahabat lebih memahami pengertian yang tersirat maupun tujuan ayat, karena mereka menyaksikan sendiri turunnya al-Quran dan mendengar langsung penjelasan Rasulullah s.a.w.) Al-Mashlahat al-Mursalah, yaitu mempertimbangkan kepentingan umum terhadap suatu permasalahan hukum yang secara eksplisit tidak terdapat dalam al-Quran dan al-hadis baik yang mendukung maupun yang menolak. Tujuannya adalah untuk menarik kemanfaatan (jalb al-manfa’ah) dan menghindari madarat (daf’ al-madharrah); e) Al-zari’ah, yaitu mempertimbangkan perkataan dan perbuatan yang menyebabkan terjadinya perbuatan lain. Perbuatan yang mengantarkan pada perbuatan haram, hukumnya haram, sedang perbuatan yang mengantarkan pada perbuatan halal hukumnya juga halal; f) Qiyas. Apabila suatu masalah tidak ditemukan ketentuannya dalam al-Quran, al-hadis, perkataan sahabat atau ijma’ ahl al-Madinah maka Imam Malik memutuskan masalah tersebut dengan qiyas, yaitu menyemakan suatu peristiwa yang belum ada ketentuan hukumnya dengan sesuatu yang jelas hukumnya karena keduanya ada persamaan illat. Mazhab Maliki ini tersebar dan diikuti di berbagai wilayah seperti Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyol dan Mesir.

3 Mazhab Syafi’i yang didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 M). Metode dan pendekatan yang digunakan untuk meng-istinbath-kan hukum adalah: a) al-Quran dan al-hadis merupakan sumber pokoknya sebagaimana mazhab-mazhab lain meskipun cara pandang mereka terhadap kedua sumber tesebut seringkali berbeda. Menurut Imam Syafi’i, al-Quran dan hadis mutawatir berada dalam satu martabat, karena sunnah berfungsi untuk menjelaskan al-Quran. Keduanya adalah wahyu meskipun kekuatan sunnah secara terpisah tidak sekuat al-Quran; b) Ijma’. Ijma’ yang dimaksud Imam Syafi’i adalah kesepakatan ulama suatu masa di seluruh dunia Islam, bukan ijma’ di satu negeri saja dan bukan ijma’ kaum tertentu saja; c) Qiyas, yaitu menyamakan hukum suatu masalah yang tidak ada ketentuannya dalam nas dengan hukum yang ada dalam nas karena adanya persamaan illat. Mazhab Syafi’iyah ini berkembang di negara-negara seperti Mesir, Suriah, Yaman, Indonesia, Malaysia, Makkah, Arab Selatan, Bahrain, Afrika Timur dan Asia Tengah.

4. Mazhab Hanbali atau Hanabilah didirikan oleh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal (w. 241 M). Selain berdasar al-Quran dan sunnah dan pendapat sahabat, ia juga menggunakan hadis mursal dan hadis dha’if (dalam tingkatan hasan asal perawinya tidak pembohong); qiyas jika terpaksa (‘inda “ar¬rah). Mazhab ini banyak berkembang di Irak, Mesir, Suriah, Palestina dan Arab Saudi.