Ciri Ciri Orang Shaleh Menurut Al-Qur'an
Serba Serbi Terkini
Sering kali kita mendengar kata shalih atau shalihin
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berbagai kesempatan, kata tersebut,
memang, sering diungkapkan oleh orang tua kita, guru kita dan
saudara-saudara kita sesama muslim. Mengapa demikian ? Karena kata
tersebut, apabila dikaitkan dengan anak menjadi suatu do’a yang kelak
diharapkan menjadi suatu kenyataan, khususnya bagi orang tua. Kata shalih atau sholihun, memang sering kita dijumpai dalam ayat-ayat Qur’an maupun hadits Nabi saw yang artinya orang shalih, orang yang baik, orang yang tidak rusak atau orang yang patut dan cocok menurut ajaran Al-Qur’an. Dengan kata lain, orang shalih adalah
orang yang prilaku dan akhlaknya sesuai dengan ajaran-ajaran Al-Qur’an.
Dijelaskan dalam Al-Qur’an, orang shalih adalah orang yang senatiasa
membaca Al-Qur’an di waktu malam, melaksanakan shalat malam
(tahajjud),beriman dan beramal shalih, menyuruh kepada kebaikan,
mencegah perbuatan mungkar dan bersegera mengerjakan kebajikan. (QS Ali
Imran 113-114 dan Al-Ankabut ayat 9).
Dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 105, Allah swt memberikan
pernyataan dengan tegas bahwa bumi dan seisinya hanya pantas diwariskan
kepada orang-orang shalih. Sebab, merekalah yang dianggap mampu untuk
menerima tugas dan amanat ini untuk mengelola dan merawatnya. Namun
kenyataanya, sebagian besar penguasa bumi adalah orang-orang fasik yang
suka membuat kerusakan, termasuk bumi Indonesia.
Hampir semua para orang tua bercita-bercita ingin mempunyai anak shalih dan shalihah.
Oleh sebab itu, setiap kali mereka memanjatkan do’a, baik di waktu pagi
maupun petang dan dalam berbagai kesempatan selalu ingin dikaruniai
anak shalih dan shalihah. Dan disamping itu,
diantara para orang tua berupaya mengirimkan dan menyekolahkan
anak-anaknya ke berbagai Lembaga Pendidikan Islam seperti Pondok
Pesantren dan Madrasah Islamiyah. Diharapkan setelah mereka mendapatkan
bimbingan, pendidikan dan pengajaran agama dari para guru, asatidzah
dan para ulama selama berapa tahun anak-anak tersebut menjadi anak
shalih.
Para orang tua menyadari bahwa untuk mendapatkan Anah Shaleh tidak
cukup hanya dengan berdo’a semata. Akan tetapi, harus berusaha dan
mengupayakan melalui dunia pendidikan yang baik dan lingkungan yang
baik pula. Dan perlu diketahui pula bahwa Lembaga Pendidikan Islam
seperti Pondok Pesantren dan Madrasah Islamiyah bukanlah pabrik yang
memproduksi benda-benda mati yang siap dijadikan apa saja, sesuai dengan
keinginan pemiliknya. Oleh karena itu, para orang tua yang
menginginkan anaknya menjadi anak shalih harus senantiasa merawat dan
memeliharanya hingga mereka dewasa. Diharapkan, kelak mereka akan
menjadi menjadi Anak Shalih dan Shalihah yang senantiasa berbakti
kepada kedua orang tuanya serta bermanfaat, bagi nusa, bangsa dan Agama.
Amin.
B. PENGERTIAN SHALIH
Secara etimologi, kata shalih berasal dari
shaluha-yashluhu – shalahan yang artinya baik , tidak rusak dan patut.
Sedangkan Shalih merupakan isim fa’il dari kata tersebut di atas yang
berarti orang yang baik, orang yang tidak rusak dan orang yang patut.
Sedangkan Shalih menurut definisi Al-Qur’an adalah orang yang senatiasa
membaca Al-Qur’an di waktu malam, melaksanakan shalat malam
(tahajjud),beriman dan beramal shalih, menyuruh kepada kebaikan,
mencegah perbuatan mungkar dan bersegera mengerjakan kebajikan. Defini
ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Ali Imran 113-114 dan
Al-Ankabut ayat 9.
C. CIRI-CIRI ORANG SHALIH MENURUT AL-QUR’AN
Orang shalih memiliki ciri-ciri tertentu. Hal ini digambarkan Allah
dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 113-114 dengan firmanNya :
“Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan
yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu
di malam hari, sedang mereka juga bersujud shalat malam. Mereka beriman
kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada kebaikan, dan
mencegah dari yang mungkar, dan bersebera kepada mengerjakan pelbagai
kebajikan; mereka itulah termasuk orang yang shalih” (Ali Imran
113-114). Dalam surat Al-Angkabut ayat 9 Allah juga berfirman :
“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh
benar-benar akan Kami masukkan mereka ke dalam (golongan) orang-orang
shalih”.
1. Membaca Al-Qur’an di Waktu Malam.
Banyak hadits Nabi saw yang membicarakan tentang keutamaan dan
keistimewaan membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, banyak diantara umatnya
yang membacanya. Membaca Al-Qur’an di waktu pagi dan sore bagi seorang
muslim merupakan hal biasa. Akan tetapi, membaca Al-Qur’an di waktu
pertengahan malam adalah sesuatu hal yang luar biasa. Mengapa demikian ?
Karena firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 113-114 mengelompokkan
orang-orang yang membacanya di waktu pertengahan malam ke dalam golongan
Orang-Orang Shalih.
Sebagaimana firmanNya : wahum yatlu ayatillah aanallail.
Menurut tafsir Ibnu Katsir yang dimaksud dengan ayat ini adalah mereka
membaca ayat-ayat Al-Qur’an pada saat melaksanakan shalat malam (shalat
tahujjud).
2. Mengerjakan Qiyamul Lail.
Ciri orang shalih yang kedua berdasarkan Al-Qur’an adalah mereka
menegakkan shalat malam atau tahajjud. Hal ini diperkuat dengan hadits
Nabi saw yang mengatakan :
“ Hendaknya kamu sekalian melaksanakan qiyamul lail. Karena yang
demikian itu telah menjadi kebiasan orang-orang shalih (Para Nabi dan
Rasul)”. (HR Muslim)
3. Beriman dan Beramal Shaleh.
Ciri orang shalih, selain membaca Al-Qur’an di pertengahan malam dan
mengerjakan shalat tahajjut juga memiliki ciri yang lain yakni beriman
kepadaAllah, hari akhir dan beramal shalih. Hal ini dijelaskan oleh
Al-Qur’an dalam surat Ali Imran ayat 114 dan Al-Angkabut ayat 9.
4. Menganjurkan Berbuat Baik.
Orang shalih bukan saja mengerjakan perbuatan baik untuk dirinya.
Akan tetapi, ia juga harus menganjurkan orang lain berbuat kebaikan dan
keshalehan sebagaimana ini juga didasarkan pada Al-Qur’an surat Ali
Imran ayat 114.
Untuk menjadi seorang pengajur dan penunjuk kebaikan, memang tidaklah
mudah. Sebab, sebelum ia mengajurkan orang lain berbuat kebaikan, maka
dirinya harus telah melakukan hal tersebut. Allah memberikan peringatan
bagi orang yang beariman, menyuruh orang lain berbuat kebaikan, namun
dirinya tidak melakukannya. Al-Qur’an Surat Ash-Shaf ayat 2-3.
5. Mencegah Kemungkaran.
Disamping sebagai penganjur dan penunjuk jalan kebaikan, orang
shalih juga mempunyai tugas lain yakni mencegah dirinya dan orang lain
untuk berbuat kemungkaran. Hal ini juga didasarkan pada Al-Qur’an Ali
Imran ayat 114.
Mencegah orang lain berbuat mungkar biasanya lebih mudah dari pada
mencegah dirinya dari pada padanya. Ibarat peribahasa mengatakan : “ kuman diseberang lautan tanpak. Tapi, gajah di pelupuk mata tak tampak”.
Oleh sebab itu, orang shalih dituntut harus memiliki ilmu pengetahuan
agama yang mendalam. Bagaimana mungkin, ia bisa memberi saran dan
nasehat kepada orang lain kalau dirinya itu bodoh, alias tidak
berpengetahuan.
Perlu diketahui bahwa mencegah kemungkaran merupakan kewajiban
setiap orang muslim. Hal ini dinyatakan dalam hadits Nabi saw yang
mengatakan :
“Barang siapa melihat kemungkaran hendaknya merubah
dengan tangannya (kekuasannya). Dan apabila tidak mampu dengan tangan,
maka rubahlah dengan lidahnya. Dan apabila masih tidak mampu juga, maka
dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya Iman”.
6. Bersegera Dalam Berbuat Kebajikan.
Bersegera dalam berbuat kebaikan dan kebajikan bukanlah suatu hal
yang mudah. Coba kita perhatikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Misalnya saja, saat kita mendengar suara adzan. Apakah kita langsung
segera menyambut panggilan tersebut atau justru sebaliknya,
bermalas-malas dan santai-santai saja ? orang yang langsung dengan
segera menyambutnya bisa dikatagorikan orang shalih. Namun, orang yang
malas dan santai, tidak segera menyambutnya, bisa dikatagorikan orang
munafik. Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 142.
Sementara itu, kata Al-Khair biasanya diartikan dengan kebaikan atau kebajikan.. Namun dalam hadits Nabi saw ‘Al-Khair’ diartikan “Mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah’. Jadi, dengan kata lain ‘yusariuna fil khairaat’ mengandung arti bersegera mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah.
Oleh karena itu, ciri orang shalih yang terakhir ini bisa dikatakan
yang paling berat. Sebab, ia akan selalu bersegera dalam setiap
melakukan amal kebajikan, tidak terbatas pada panggilan adzan saja.
D TINGKATAN SHALIHIN.
Meskipun sifat-sifat orang shalih telah dijelaskan dalam Al-Qur’an
dalam surat Ali Imran ayat 114 dan Al-angkabut ayat 9. Namun demikian,
keshalihan seseorang memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Perbedaan
ini didasarkan pada tingkat jabatan, seperti Nabi dan Rasul yang
memiliki sifat ma’shum, terjaga. Disamping sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad saw yang mengatakan : “Umat yang paling baik adalah umat hidup
pada masaku, lalu setelah itu, lalu setelah itu” (Hadits). Sementara
itu, para Nabi dan Rasul telah mendapat jaminan Allah dalam Al-Qur’an. (
baca At-Tahrim 10, An-An’am 85, As-Shafat 112, dan masih banyak lagi).
Diantara tingkatan-tingkatan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Para Nabi dan Rasul.
2. Para Shahabat Nabi saw.
3. Para Tabiit dan Tabiit Tabiin.
4. Umat Nabi Muhammad akhir zaman.
C. KESIMPULAN
Berdasar tulisan makalah di atas, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut :
1. Bahwa yang dimaksud dengan orang shalih menurut Al-Qur’an adalah orang
yang senatiasa membaca Al-Qur’an di pertengahan malam, melaksanakan
shalat malam (tahajjud),beriman dan beramal shalih, menyuruh kepada
kebaikan, mencegah perbuatan mungkar dan bersegera mengerjakan
kebajikan. Defini ini sesuai dengan firman Allah swt dalam surat Ali
Imran 113-114 dan Al-Ankabut ayat 9.
2. Orang shalih adalah orang yang paling pantas menerima mandat untuk
mengelola dan merawat bumi dan seisinya. Hal ini didasakan pada firman
Allah yang mengatakan : ”Sesunggunya bumi ini diwariskan kepada
hamba-hambaKu yang shalih”. (QS Al-Anbiya ayat 105).
3. Saat ini, bagi orang tua, untuk mendapatkan anak shalih tidaklah
cukup hanya dengan berdo’a dan berpangku tangan. Akan tetapi, mereka
harus mengupayakan melalui pendidikan yang baik dan lingkungan yang baik
pula. Sebab, tanpa keduanya dirasakan sangat sulit untuk diwujudkan.
Ibarat tanaman di sebuah taman, ia harus dipelihara dan dirawat dengan
sungguh-sungguhnya sambil berdoa kepada Allah Yang Maha Kuasa.
4. Semoga tulisan ini bisa dijadikan barometer atau alat
cermin bagi kita semua untuk mengukur tingkat keshalehan seseorang.
Sehingga, dengan demikian, memacu setiap orang muslim untuk meningkatkan
ketaatan dan amalan ibadah. Dan yang paling perlu diketahui bahwa
keturunan, jabatan, gelar, dan pakaian tidak bisa dijadikan indikator
keshalehan seseorang.
Wallahu‘alam bishshawab.
Al-Ustadz Muhammad Hisyam